LAUT YANG MENDIDIH
Nabi bersabda sebagai berikut:
Tidak ada yang mengarungi lautan kecuali orang yang berhaji, berumrah atau orang yang berperang di jalan Allah. Sesungguhnya di bawah lautan terdapat api dan di bawah api terdapat lautan.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunannya pada kitab Al Jihaad, dengan redaksi sebagai berikut:
Kami mendapat hadits dari Sa’id bin Manshur ; tuturnya: Kami mendapat Hadits dari Isma’il bin Zakariyya; dari Mutharrif; dari Bisyr Abu Abdullah; dari Basyir bin Muslim; dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash; tuturnya: “Rasulullah SAW pernah bersabda: Tidak akan ada yang mengarungi lautan kecuali orang yang berhaji, berumrah atau orang yang berperang di jalan Allah. Sesungguhnya di bawah lautan terdapat api dan di bawah api terdapat lautan.
Hadits senada dilansir oleh Al-Baihaqi dalam Sunan-nya (Juz IV). Selain oleh keduanya, hadits ini juga dilansir secara marfu’ (hadits yang sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW) dengan redaksi: Sesungguhnya di bawah lautan terdapat api dan di bawah api terdapat lautan.
Sementara itu, Ibnu Abu Syaibah melansirnya dalam Al-Mushannaf (Juz I) dengan sanad yang terhenti pada Abdullah bin Amr Al-Ash dengan redaksi: Sesungguhnya di bawah lautan terdapat api, kemudian air, kemudian api. Ia menyatakan bahwa para perawinya tsiqah (terpercaya).
Ada yang mengatakan, sanad pada riwayat yang marfu’ pada hadits di atas dha’if. Namun dalam kitab Al- Mustadrak (Juz IV), Al-Hakim mengemukakan hadits pendukung riwayat yang dianggap dha’if tersebut, yaitu dari hadits riwayat Ya’la bin Umayyah, yang bertutur: Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya lautan dalah neraka Jahannam. Al-Hakim mengatakan bahwa hadits tersebut merupakan hadits yang shahih sanadnya dan penilaian ini disetujui oleh Al-Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya Talkhiish Al-Mustadrak. Jika sanad kedua hadits tersebut dipadukan, maka hadits marfu’ (yang mulanya dianggap dha’if) ini minimal akan terangkat statusnya menjadi hadits hasan. Para peneliti hadits yang menganggap hadits ini sebagai hadits dha’if berarti ia hanya melihat jalur-jalur periwayatannya yang memang dha’if (tanpa melihat matan-nya) lantaran sulitnya memahami isyarat hadits ini.
Mengenai makna hadits yang menyebut laut sebagai neraka Jahannam di atas, Ibnu Katsir mengatakan dalam kitab Al-Bidaayah wa An-Nihaayah (Juz II): “Sesungguhnya pada hari kiamat laut akan dididihkan dan ia pun menjadi layaknya neraka Jahannam.”
Penjelasan menakjubkan tentang kemusykilan makna Hadits “Sesungguhnya di bawah lautan ada api” dikemukakan oleh Al-Azhim Abadi dalam kitab ‘Aun Al-Ma’buud fii Syarh Sunan Abiiy Daawud, ia berkata: “Konon hal itu benar-benar nyata, sebab Allah SWT Maha kuasa atas segala sesuatu.”
Sementara itu Al-Khaththabi mengatakan dalam kitab Syarh Sunan Abiiy Daawud: “Ini adalah bentuk magnifikasi dan pendahsyatan masalah (haji, umrah, dan perang di jalan Allah) dengan media (kedahsyatan) lautan.”
Dalam kitab At-Talkhiis (Juz II), Ibnu Hajar juga menyebutkan hadits pendukung yang menguatkan dan menaikkan status riwayat Ibnu Umar (yang mulanya dha’if) menjadi hasan.
Dengan demikian, secara umum hadits ini adalah hadits hasan, meskipun dengan segala keanehannya yang memuat isyarat-isyarat ilmiah rumit yang baru dapat diketahui oleh orang pada akhir abad ke-20.
Ulasan Hadits
Hadits yang tengah kita kaji ini sangat sesuai dengan sumpah Allah SWT yang dilansir oleh Alquran pada permulaan surat Ath-Thuur, dimana Allah bersumpah sebagai berikut:
Demi bukit. Dan Kitab yang ditulis. Pada lembaran yang terbuka, Dan demi Baitul Ma'mur. Dan atap yang ditinggikan (langit). Dan laut yang di dalam tanahnya ada api. Sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi. Tidak seorangpun yang dapat menolaknya. (QS. Ath-Thuur (52): 1-8)
Bangsa Arab, pada waktu diturunkannya Alquran tidak mampu menangkap dan memahami isyarat sumpah Allah SWT demi lautan yang di dalam tanahnya ada api ini. Karena bangsa Arab (kala itu) hanya mengenal makna sajara sebagai menyalakan tungku pembakaran hingga membuatnya panas atau mendidih. Sehingga dalam persepsi mereka, panas dan air adalah sesuatu yang bertentangan. Air mematikan panas sedangkan panas itu menguapkan air. Lalu bagaimana mungkin dua hal yang berlawanan dapat hidup berdampingan dalam sebuah ikatan yang kuat tanpa ada yang rusak salah satunya?
Persepsi demikian mendorong mereka untuk menisbatkan kejadian ini sebagai peristiwa di akhirat (bukan di dunia nyata). Apalagi didukung dengan firman Allah SWT yang terdapat dalam surat At-Takwiir:
Dan apabila lautan dipanaskan. (QS. At-Takwiir (81): 6)
Memang, ayat-ayat pada permulaan Surah At-takwiir mengisyaratkan peristiwa-peristiwa futuristic yang akan terjadi di akhirat kelak, namun sumpah Allah SWT dalam surat Ath-Thuur semuanya menggunakan sarana-sarana empiric yang benar-benar ada dan dapat ditemukan dalam kehidupan kita (di dunia).
Hal inilah yang mendorong sejumlah ahli tafsir untuk meneliti makna dan arti bahasa kata kerja sajara selain menyalakan sesuatu hingga membuatnya panas. Dan mereka ternyata menemukan makna dan arti lain dari kata sajara, yaitu mala’a dan kaffa (memenuhi dan menahan). Mereka tentu saja sangat gembira dengan penemuan makna dan arti karena dapat memecahkan kemusykilan dengan pengertian baru bahwa Allah SWT telah memberikan anugerah kepada semua manusia dengan mengisi dan memenuhi bagian bumi ysng rendah dengan air sambil menahannya agar tidak meluap secara berlebihan ke daratan.
Namun, hadits Rasulullah SAW yang sedang kita bahas ini secara singkat menegaskan bahwa: Sesungguhnya di bawah lautan ada api dan di bawah api ada lautan.
Rasulullah SAW sendiri tidak pernah sama sekali mengarungi lautan semasa hidupnya. Jadi, siapa yang mendorongnya untuk melontarkan masalah gaib seperti ini jika bukan Allah SWT yang memberitahunya. Allah SWT tahu persis bahwa umat manusia pada suatu saat nanti pasti akan menemukan kebenaran fakta alam yang mencengangkan ini. Sehingga Allah SWT pun melansirnya di dalam Alquran dan menginformasikannya kepada Nabi dan Rasul paripurna, agar fakta ini dapat menjadi bukti abadi bahwa Alquran adalah kalam Allah yang Maha Pencipta dan Rasulullah SAW adalah Rasul penutup para nabi dan rasul yang senantiasa tersambung dengan wahyu yang diajari oleh Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi. Mengenai hal ini Allah SWT berfirman:
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. (QS. An-Najm (53): 3)
Setelah Perang Dunia II, para peneliti turun dan menyelam ke dasar laut dan samudra dalam rangka mencari alternatif berbagai barang tambang yang sudah nyaris habis cadangannya di daratan akibat konsumerisme budaya materialistik yang dijalani manusia sekarang ini. Mereka dikejutkan dengan rangkaian gunung berapi (volcanic mountain chain) yang membentang berpuluh-puluh ribu kilometer di tengah-tengah seluruh samudra bumi yang kemudian mereka sebut sebagai “gunung-gunung tengah samudra”.
Dengan mengkaji rangkaian gunung-gunung tengah samudra ini tampak jelas bahwa gunung-gunung tengah samudra tersebut sebagian besar terdiri dari bebatuan berapi (volcanic rocks) yang dapat meledak layaknya ledakan gunung berapi yang dahsyat melalui sebuah jaring retak yang sangat besar. Jaring retak ini dapat merobek lapisan bebatuan bumi dan ia melingkupi bola bumi kita secara sempurna dari segala arah dan terpusat di dalam dasar samudra dan beberapa lautan.
Lebar jaring retak ini dapat mencapai lebih dari 64.000 km sedangkan kedalamannya mencapai 65 km. kedalaman jaring retak ini menembus lapisan bebatuan bumi secara penuh hingga menyentuh lapisan lunak bumi (lapisan bumi ketiga) yang memiliki unsur bebatuan yang sangat elastis, semi cair, dan memiliki tingkat kepadatan dan kerekatan tinggi.
Bebatuan lunak didorong oleh arus muatan yang panas ke dasar samudra dan beberapa lautan semacam Laut Merah dengan suhu panas yang melebihi 1000°C. Batuan-batuan elastis yang beratnya mencapai jutaan ton ini mendorong kedua sisi samudra atau laut ke kanan dan ke kiri yang kemudian disebut oleh para ilmuwan dengan “fenomena perluasan dasar laut dan samudra”. Dengan terus berlangsungnya proses perluasan ini, maka wilayah-wilayah yang dihasilkan oleh proses perluasan itu pun penuh dengan magma bebatuan yang mampu menimbulkan pendidihan di dasar samudra dan beberapa dasar laut.
salah satu fenomena yang mencengangkan para ilmuwan saat ini adalah bahwa meskipun sebegitu banyak, air laut atau samudra tetap tidak mampu memadamkan bara api magma tersebut. Dan magma yang sangat panas pun tidak mampu memanaskan air laut dan samudra. Keseimbangan dua hal yang berlawanan ini; air dan api di atas dasar samudra bumi, temasuk di dalamnya Samudra Antartika Utara dan Selatan, dan dasar sejumlah lautan seperti Laut Merah merupakan saksi hidup dan bukti nyata atas kekuasaan Allah SWT yang tiada batas.
Laut Merah misalnya, merupakan laut terbuka yang banyak mengalami guncangan gunung berapi secara keras sehingga sedimen (keledak) dasar laut ini pun kaya dengan beragam jenis barang tambang. Atas dasar pemikiran ini, dilakukanlah proyek bersama antara Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia, Sudan, dan salah satu negara Eropa untuk mengeksploitasi beberapa kekayaan tambang yang menggumpal di dasar Laut Merah.
Kapal-kapal proyek ini melemparkan stepler barang tambang untuk mengumpulkan sampel tanah dasar Laut Merah tersebut. Stapler pengeruk sampel itu diangkat dalam batang air yang ketebalannya mencapai 3000 meter. Dan jika stapler sampai ke permukaan kapal, tidak ada seorang pun yang berani mendekat karena sangat panasnya. Begitu dibuka, maka keluarlah tanah dan uap air panas yang suhunya mencapai 3000°C. Dengan demikian, sudah terbukti nyata di kalangan ilmuwan kontemporer, bahwa ledakan gunung vulkanik di atas dasar setiap samudra dan dasar sejumlah laut melebihi ledakan vulkanik serupa yang terjadi di daratan.
Kemudian terbukti pula dengan beragam dalil dan bukti bahwa semua air yang ada di bumi ini dikeluarkan oleh Allah SWT dari dalam bumi melalui ledakan-ledakan vulkanik dari setiap moncong gunung berapi. Pecahan-pecahan lapisan berbatu bumi menembus lapisan ini hingga kedalaman tertentu mampu mencapai lapisan lunak bumi. Di dalam lapisan lunak bumi dan lapisan bawahnya, magma vulkanik menyimpan air yang puluhan kali lipat lebih banyak dibanding debit air yang ada di permukaan bumi.
Dari sini tampaklah kehebatan Hadits Nabi SAW ini yang menetapkan sejumlah fakta-fakta bumi yang mencengangkan dengan sabda: Sesungguhnya di bawah lautan ada api dan di bawah api ada lautan. Sebab fakta-fakta ini baru terungkap dan baru bisa diketahui oleh umat manusia pada beberapa tahun terakhir.
Pelansiran fakta-fakta ini secara detail dan sangat ilmiah dalam hadits Rasulullah SAW menjadi bukti tersendiri akan kenabian dan kerasulan Muhammad SAW, sekaligus membuktikan bahwa ia selalu terhubung dengan wahyu langit dan diberitahu oleh Allah Sang Maha Pencipta langit dan bumi. Maha Benar Allah yang menyatakan:
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. Sedang dia berada di ufuk yang Tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hambaNya (Muhammad) apa yang Telah Allah wahyukan. (QS. An-Najm (53): 3-10).
Tidak seorang pun di muka bumi ini yang mengetahui fakta-fakta ini kecuali baru pada beberapa dekade terakhir ini. Sehingga lontaran fakta dalam hadits Rasulullah SAW benar-benar kemukjizatan dan saksi yang menegaskan kenabian Muhammad SAW dan kesempurnaan kerasulannya.
Semoga shalawat kesejahteraan, salam kedamaian, dan keberkahan selalu tercurahkan kepada beliau beserta keluarga, sahabat, dan mereka yang mengikuti petunjuknya dan berdakwah di jalan-Nya sampai kiamat kelak. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Taken from:
An-Najjar, Dr. Zaghlul. 2006. PEMBUKTIAN SAINS dalam SUNNAH Buku 1 (terjemahan). Jakarta: AMZAH.